Oleh: Ninis
(Aktivis Muslimah Balikpapan)
Air adalah kebutuhan dasar manusia, keberadaanya sangat penting sebagai sumber kehidupan. Terlebih, di IKN yang digadang-gadang sebagai ibukota politik tahun 2028 tentunya menjadi persoalan yang harus segera diselesaikan. Bahkan, menurut penelitian Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menunjukkan "tipisnya" persediaan air di wilayah Ibu Kota Nusantara di Kalimantan. BRIN melakukan penelitian ketersediaan "sumber kehidupan" itu memanfaatkan data satelit sepanjang 2022.
Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN melakukan kajian persentase air di wilayah IKN menggunakan teknologi Artificial Neural Network (ANN) atau Jaringan Saraf Tiruan (JST). Data yang dianalisis menyatakan hanya 0,51 persen wilayah di IKN dan sekitarnya yang punya ketersediaan air tinggi. Sisanya, sebanyak 20,41 persen wilayah memiliki ketersediaan air vegetasi dan 79,08 persen non. (cnbcindonesiadotcom).
Pemindahan ibukota terkesan kurang matang dan tergesa-gesa dengan adanya persoalan krisis air ini. Lantas, di tengah kondisi air yang makin kritis akankah proyek pembangunan di IKN tetap dilanjutkan?
Kritis Air Buah Liberalisasi SDA
Sebelum BRIN membeberkan kondisi di IKN kekurangan air, pada faktanya sejak lama hal tersebut sudah dirasakan masyarakat sekitar IKN. Sejatinya, apa yang telah dibeberkan oleh BRIN berdasarkan pada penelitian dan berbasis keilmuan. Apalagi setelah dibuat bendungan intake salah satu pemasok air bersih di IKN, yang pada akhirnya dikeluhkan warga karena menyebabkan banjir menutup sumber air bersih bagi masyarakat.
Meskipun sudah ada upaya untuk mengatasi krisis air dengan berbagai cara, namun itu membutuhkan waktu yang lama dan dana yang cukup besar. Seperti, membuat waduk, embung, pompanisasi, membangun hutan kota, reboisasi dan penanaman pohon. Di satu sisi, kita juga melihat bahwa anggaran dan utang negara besar, apakah mampu memberikan fokus kearah tersebut? Di tengah efisensi yang dilakukan negara tentunya ini menjadi kendala dalam pembangunan waduk dan lain sebagainya.
Sejatinya, kerusakan alam hingga menyebabkan krisis air bersih ini buah dari penerapan sistem kapitalis yang membiarkan liberalisasi SDA. Sistem ini menghalalkan segala cara meraih tujuan dan keuntungan yang besar. Pembangunan besar-besaran oleh para kapitalis tanpa memperhatikan lingkungan dan berimbas pada kerusakan alam. Pada akhirnya, masyarakatlah yang menjadi korban dari ambisi pembangunan yang ugal-ugalan dan berdampak krisis air bagi masyarakat. Terlebih urusan air adalah kebutuhan hidup masyarakat, apalagi lagi nanti akan semakin banyak yang datang ke IKN.
Apalagi pemindahan ibukota seharusnya hal-hal yang urgen seperti ketersediaan air menjadi bahan pertimbangan. Bukan sekedar mengejar proyek mercusuar di mata dunia namun mengabaikan apa yang dibutuhkan oleh rakyat sebenarnya.
Islam Menjamin Ketersediaan Air
Islam memandang air kebutuhan yang sangat urgen bagi manusia, sehingga negara harus menjamin pemenuhan kebutuhan dasar individual dan komunal masyarakat termasuk air. Sebab, hal tersebut sudah menjadi tanggung jawab pemimpin mengurusi urusan umat. Sebagaimana sabda Rasulullah "Imam (khalifah) itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap gembalaannya.” (HR. Bukhari Muslim).
Negaralah yang wajib membangun infrastruktur untuk menyuplai kebutuhan rakyat terkait air bersih. Upaya preventif yang bisa dilakukan negara dengan reboisasi dan konservasi hutan serta mencegah pencemaran air. Kemudian upaya kuratif dengan membangun bendungan atau waduk yang memanfaatkan air hujan, membuat jaringan pipa, instalasi pengolahan air, menggunakan teknologi seperti desalinasi air laut, menggunakan filter air dan sebagainya. Pembiayaan tersebut sepenuhnya didanai dari kas negara tanpa mengharapkan dana dari investor. Semua itu dibangun untuk menyuplai kebutuhan air bersih bagi masyarakat terpenuhi.
Terlebih, pembangunan dalam Islam akan memperhatikan kepentingan masyarakat dan tidak merusak lingkungan. Pembangunan infrastruktur apalagi pemindahan ibukota harus dengan pertimbangan yang matang, baik dari segi faktor strategis, politik, alam. Tidak serampangan mengatasnamakan proyek strategis negara membabat hutan seenaknya, yang lazim dalam sistem kapitalis yang mengakibatkan rusaknya alam dan krisis air.
Peradaban Islam membuktikan pernah menjamin kebutuhan air bagi masyarakat. Khilafah banyak membangun bendungan selain sebagai cadangan air bersih namun juga untuk mencegah banjir dan mengairi persawahan. Salah satunya contohnya di era Kekhalifahan Abbasiyah telah membangun sejumlah bendungan di Baghdad, Irak. Bendungan itu terletak di dekat Sungai Tigris. Pada saat itu pembangunannya sudah menggunakan kemampuan teknik sipil yang tinggi, hal tersebut pun diakui para ahli.
Demikian Islam telah terbukti mampu menyediakan sarana prasarana termasuk bendungan sebagai cadangan air bersih. Sehingga rakyat tidak kesulitan mendapatkan air bersih, selain itu air dapat diakses secara merata dan gratis. Tanpa perlu khawatir kekurangan air meskipun di musim kemarau ataupun di musim hujan, sebab negara telah melakukan antisipasi sebelumnya. Wallahu A'lam.
