Krisis di Sudan: Antara Pertarungan Kekuasaan dan Perebutan Sumber Daya Alam

 

Oleh: Frida (Pegiat Literasi)

Bumi Sudan kembali membara. Api konflik berkobar akibat perebutan kekuasaan antara dua jenderal yang dulunya bersekutu menggulingkan pemerintahan sah Omar Hassan Ahmad al-Bashir. Mereka adalah Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dari militer Sudan (Sudanese Armed Forces/SAF) dan Letnan Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo dari Rapid Support Forces (RSF).


Kedua tokoh militer itu awalnya bekerja sama menggulingkan pemerintahan transisi pada tahun 2021 yang dipimpin oleh Letjen Ahmad Awab Ibnu Awud—wakil Presiden Omar al-Bashir yang sebelumnya dikudeta pada tahun 2019 oleh dua kekuatan militer yang sama. Namun, perebutan pengaruh dan ketidakjelasan pembagian kekuasaan menyebabkan pecahnya perang besar pada 15 April 2023.


Sejak saat itu, Sudan dilanda perang saudara yang mengerikan. Puluhan ribu orang tewas, sekitar 12 juta jiwa terpaksa mengungsi, dan sekitar 100 ribu orang lainnya masih terjebak di tengah konflik bersenjata. Kota El-Fasher, ibu kota Darfur Utara, menjadi pusat pertempuran dan saksi bisu atas kebiadaban pembantaian yang dilakukan pasukan RSF. Ribuan warga sipil yang tak bersalah menjadi korban pertarungan ambisi kekuasaan dua kelompok militer ini.


Keterlibatan Asing di Balik Konflik Sudan

Konflik Sudan tidak berdiri sendiri. Di balik perebutan kekuasaan itu, ada campur tangan kekuatan asing yang memainkan peran penting. Amerika Serikat dan Inggris memiliki kepentingan besar agar Sudan tetap berada dalam orbit pengaruh mereka. Dua negara inilah yang menjadi dalang di balik konflik, dengan strategi adu domba (divide et impera) untuk mengokohkan hegemoni politik dan ekonomi mereka, sekaligus menguras kekayaan alam Sudan.


Perang proxy dilakukan untuk memastikan kepentingan Barat tetap terjaga di wilayah ini. Lalu, apa yang membuat Sudan begitu menarik bagi kekuatan asing?


Pertama, dari sisi sumber daya alam (SDA), Sudan memiliki cadangan emas mencapai sekitar 1.550 ton, cadangan minyak lebih dari 3 miliar barel, serta potensi uranium di kawasan Pegunungan Nuba. Darfur juga kaya akan mineral seperti tembaga, logam mulia, batu kapur, dan tanah liat. Kekayaan alam yang melimpah ini menjadi magnet besar bagi negara-negara seperti Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Turki, dan Mesir untuk ikut terlibat—meskipun pada kenyataannya mereka hanyalah kaki tangan dari kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan Inggris.


Seperti kata pepatah, “Di mana ada gula, di situ ada semut; di mana ada tambang, di situ ada penjajahan.”


Kedua, posisi geografis Sudan juga sangat strategis. Sudan memiliki garis pantai panjang di sepanjang Laut Merah, salah satu jalur perdagangan paling penting di dunia. Selat Bab al-Mandeb—yang menghubungkan Laut Merah, Teluk Aden, dan Laut Arab—menjadi jalur vital bagi hampir 10% perdagangan minyak dunia. Karena posisi inilah, Inggris pada masa kolonial menjajah Sudan untuk mengamankan kendali atas Mesir dan Sungai Nil, serta mengontrol akses perdagangan menuju koloni-koloni Inggris di India dan Afrika Selatan.


Pertarungan Inggris dan Amerika di Sudan

Konflik Sudan merupakan bagian dari persaingan lama antara Inggris dan Amerika Serikat. Inggris berusaha mempertahankan pengaruh kolonialnya di Sudan, sementara Amerika menggunakan tangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mendesak dekolonisasi negara-negara jajahan Eropa. Sejak itu, Amerika mulai melakukan pendekatan diplomatik terhadap Sudan guna memperluas pengaruhnya.


Sedikit demi sedikit, Inggris kehilangan cengkeramannya di Sudan, sementara Amerika Serikat mulai mendominasi. Sudan pun terjebak dalam dua kekuatan besar: keluar dari mulut buaya, masuk ke mulut harimau. Keduanya memiliki misi yang sama—kolonialisme dan imperialisme.


Amerika berambisi agar Sudan tidak jatuh ke tangan saingan geopolitiknya. Untuk itu, Washington memastikan Sudan tetap lemah dan mudah dikendalikan. Perang antara SAF dan RSF sesungguhnya merupakan agenda jahat Amerika untuk memecah belah Sudan sekaligus mengikis habis sisa pengaruh Inggris. Dengan melemahkan militer dan stabilitas politik Sudan, Amerika dapat dengan mudah menguasai kekayaan alam negeri itu.


Pada hakikatnya, SAF dan RSF hanyalah tangan-tangan yang digunakan kekuatan Barat untuk mengadu domba umat Islam di Sudan. Strategi klasik divide et impera kembali dimainkan: pecah belah, lalu kuasai. Dan seperti biasa, yang menjadi korban utama adalah rakyat sipil—kaum Muslim yang tak bersalah.


Ketiadaan Khilafah, Akar Penderitaan Umat Islam

Ironisnya, para penguasa negeri-negeri Muslim justru bersekongkol dengan kekuatan imperialis Barat. Mereka menjadi pengkhianat umat—menjadi alat penjajahan yang menindas, membunuh, bahkan memperkosa sesama Muslim demi kepentingan duniawi.


Padahal Allah SWT telah memperingatkan dalam firman-Nya:


“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.”

(QS. Al-Hujurat: 10)


Tragedi di Sudan seharusnya mengingatkan kita pada sejarah kejayaan Islam di masa lalu. Di bawah kepemimpinan para panglima Islam seperti ‘Amr bin al-‘Ash ra. dan ‘Uqbah bin Nafi‘ ra., dakwah Islam telah menyebar hingga ke wilayah Sudan pada masa Khalifah Umar bin Khaththab ra. dan Muawiyah bin Abi Sufyan ra. Saat itu, Sudan menjadi bagian dari wilayah kekhilafahan Islam yang dijaga dan dilindungi oleh sistem Islam.


Namun sejak Sudan jatuh ke tangan Inggris pada tahun 1898 M, penderitaan rakyatnya tak pernah berakhir—kelaparan, ketakutan, dan pembantaian terus menghantui. Ketiadaan Khilafah Islamiyyah membuat umat Islam kehilangan pelindung sejati.


Oleh karena itu, menegakkan kembali institusi pemersatu umat, yaitu Khilafah, bukanlah sekadar pilihan, tetapi kebutuhan mendesak. Hanya dengan sistem Islam kaffah—yang berlandaskan wahyu, bukan kepentingan politik—darah, harta, dan kehormatan umat Islam dapat terjaga.

Wallahu a‘lam bish-shawab.

Nama

Bisnis,4,Filipina,1,internasional,1,KAI,6,Kampus,8,Kejati Sumbar,1,Kesehatan,1,Kota Padang,12,Motivasi,2,Nasional,16,Opini,23,ParagonCorp,1,Pendidikan,5,Puisi,2,Sastra,2,Solusi Pengangguran,1,Sumbar,40,Teknologi,1,TNI,1,UNP,2,
ltr
item
Suara Padang: Krisis di Sudan: Antara Pertarungan Kekuasaan dan Perebutan Sumber Daya Alam
Krisis di Sudan: Antara Pertarungan Kekuasaan dan Perebutan Sumber Daya Alam
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVk8wuCMAcfrzJ1DwnbUcQd_KhD9m5oGQ_zXK1dFpMpX1U6_l0Hs8_L4ymdhuGvtjowXrTEbBjbRKJjgAXaSGV4hASldpPvaoPxoEl2zl_LnDIZyyWZVzORuWAYYzWN-ZYn6eWhmItM2GMOSojAvNRRRh1MIDCg6Zy8ZsUGqZDSRfJUYgJB7IPn-2X/s320/1000508860.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVk8wuCMAcfrzJ1DwnbUcQd_KhD9m5oGQ_zXK1dFpMpX1U6_l0Hs8_L4ymdhuGvtjowXrTEbBjbRKJjgAXaSGV4hASldpPvaoPxoEl2zl_LnDIZyyWZVzORuWAYYzWN-ZYn6eWhmItM2GMOSojAvNRRRh1MIDCg6Zy8ZsUGqZDSRfJUYgJB7IPn-2X/s72-c/1000508860.jpg
Suara Padang
https://www.suarapadang.com/2025/11/krisis-di-sudan-antara-pertarungan.html
https://www.suarapadang.com/
https://www.suarapadang.com/
https://www.suarapadang.com/2025/11/krisis-di-sudan-antara-pertarungan.html
true
6569573957489143437
UTF-8
Loaded All Posts Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share to a social network STEP 2: Click the link on your social network Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy Table of Content