Oleh : Windih Silanggiri
Pemerhati Remaja
Pada Senin, 6 Oktober 2025, Presiden Prabowo Subianto telah menyaksikan penyerahan aset Barang Rampasan Negara (BRN) kepada PT. Timah Tbk secara langsung. Penyerahan ini berlangsung di Smelter PT. Tinindo Internusa, Kota Pangkal Pinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Prabowo menyampaikan bahwa kerugian negara akibat penambangan ilegal di kawasan ini mencapai Rp300 triliun (setkab.go.id, 6-10-2025).
Presiden menambahkan bahwa aktifitas penambangan ilegal yang merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah berada di 1.063 titik yang tersebar di berbagai wilayah. )disampaikan Jumat, 15 Agustus 2025 saat pidato pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di Kompleks Parlemen, Jakarta (perhapidotor.id, 30-8-2025).
Adapun BRN yang diserahkan mencakup aset dalam jumlah besar dan beragam. Di antaranya alat berat, barang tambang, kendaraan, tanah, alat pertambangan, uang tunai, dan smelter. Jumlah dari aset tersebut mencapai Rp6 triliun hingga Rp7 triliun (setkab.go.id, 6-10-2025).
Untuk mengatasi masalah penambangan ilegal, Presiden Prabowo menginstruksikan kepada Bahlil selaku Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk melakukan penataan dan penertiban seluruh aktivitas pertambangan agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan. Karena setelah dicek, banyak kegiatan penambangan yang tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Selain itu, agar pengelolaan tambang tidak hanya berputar pada korporasi besar, pemerintah akan memberikan ijin usaha penambangan kepada koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Pemerintah berharap dengan adanya pengaturan ini, kesejahteraan pelaku usaha kecil bisa meningkat, memperkuat kedaulatan energi, dan sumber daya mineral nasional.
Rusaknya Tata Kelola Tambang
Permasalahan tambang ilegal di negeri ini tak kunjung usai. Setiap tahun, jumlah kasus semakin meningkat. Barang tambang yang seharusnya dikelola untuk kemakmuran rakyat. Malah dijadikan ajang rebutan para korporasi besar.
Ketika pemerintah memberikan ijin pengelolaan tambang kepada koperasi dan UMKM, tidak lantas solusi ini mampu meningkatkan perekonomian daerah. Banyak pakar dan pegiat lingkungan berkomentar.
Di antaranya peneliti hukum dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Muhamad Saleh, menyampaikan bahwa koperasi atau UMKM tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk mengelola tambang baik dari sisi modal, pengawasan lingkungan, maupun pertanggungjawaban hukumnya . Hal ini diperkuat oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM). Juru kampanye JATAM, Al Farhat Kasman, yang menegaskan bahwa akan ada potensi besar bagi mereka untuk mencari pihak ketiga dalam pengelolaan tambang (tirto.id, 10-10-2025).
Inilah wajah asli Sistem Kapitalisme. Sebuah sistem kehidupan yang menjadikan para pemilik modal besar sebagai pemegang kekuasaan. Tambang yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara untuk dikelola, malah dialihkan kepada pihak swasta.
Kerusakan lingkungan sebagai akibat dari penambangan, tentu akan merugikan masyarakat sekitar. Hal ini tidak akan mampu dipulihkan oleh pihak koperasi dan UMKM karena mahalnya biaya restorasi. Pada akhirnya, kerusakan lingkungan sebuah keniscayaan yang tidak akan pernah ketemu ujung penyelesaiannya.
Jika hal ini terus dilakukan tanpa ada perubahan sistem pengaturan, maka tidak heran negara akan mengalami kerugian besar. Keuntungan akan terus mengalir pada kantong-kantong segelintir orang. Sedangkan rakyat akan tetap berada dalam garis kemiskinan.
Islam Solusi Tata Kelola Tambang
Allah adalah Sang Pencipta alam semesta beserta isinya. Negara Indonesia telah Allah beri kenikmatan dengan keberlimpahan Sumber Daya Alam (SDA). Tentunya, Allah tidak membiarkan SDA di muka bumi ini dikelola oleh manusia tanpa aturan.
Di antara SDA yang menyimpan potensi besar sumber kekayaan adalah barang tambang, hasil hutan, hasil laut, pertanian, dan perkebunan. Tidak heran sebutan Negara Zamrud Khatulistiwa pantas disandang oleh Negara Indonesia.
Allah telah memberi ijin kepada manusia untuk menggunakan kekayaan SDA agar kebutuhan hidup dapat terpenuhi. Dalam Islam dikenal tiga kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Barang tambang adalah salah satu kepemilikan umum.
Kepemilikan umum adalah ijin Allah kepada masyarakat untuk bersama-sama memanfaatkan benda namun tidak boleh dikuasai oleh individu atau sekelompok orang. Adapun yang termasuk kepemilikan umum adalah fasilitas umum, barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas, dan SDA yang sifat pembentukannya menghalangi untuk dikuasai oleh individu. Atas dasar inilah, menyerahkan pengelolaan tambang kepada pihak swasta, baik perusahaan, koperasi, ataupun UMKM jelas haram.
Terkait barang tambang, terdapat dua kategori yaitu:
Pertama, barang tambang yang jumlahnya terbatas dan tidak banyak menurut ukuran individu. Sehingga boleh dimiliki secara individu dan wajib mengeluarkan zakat 1/5 bagian.
Sebagaimana sabda Nabi SAW:
“Apa yang ada di jalan yang dilalui atau kampung yang ditinggali maka umumkan selama setahun. Jika datang orang yang mencarinya maka serahkan kepada dia. Jika tidak ada yang datang maka itu untukmu. Apa yang di reruntuhan, maka di dalamnya, dan di dalam rikaz, ada khumus (seperlima dari harta temuan untuk dizakatkan).” (HR Abu Dawud).
Kedua, barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya, yang tidak mungkin dihabiskan, dan tidak boleh dimiliki secara individu.
Sebagaimana hadits Nabi SAW:
“Ibnu al-Mutawakkil bin Abdi al-Madan berkata, dari Abyadh bin Hamal, bahwa dia pernah datang menemui Rasulullah saw. dan meminta diberi tambang garam—Ibnu al-Mutawakkil berkata—yang ada di Ma’rib. Lalu Rasul saw. memberikan tambang itu kepada Abyadh. Ketika Abyadh pergi, salah seorang laki-laki dari majelis berkata, ‘Apakah anda tahu apa yang anda berikan kepada dia? Tidak lain anda memberi dia air yang terus mengalir.’ Dia (Ibnu al-Mutawakkil) berkata, ‘Lalu beliau menarik kembali tambang itu dari dia (Abyadh bin Hamal).'” (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Hibban, Al-Baihaqi, dan Ath-Thabarani. Redaksi menurut Abu Dawud).
Jika barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas dilarang untuk dikuasai oleh individu, maka di sinilah peran negara sangat dibutuhkan. Negara wajib mengelolanya sendiri dan tidak menyerahkan kepada pihak swasta. Negara akan menggunakan tenaga ahli dan alat yang canggih.
Hasil penambangan akan dikembalikan manfaatnya untuk kesejahteraan rakyat. Karena pada hakikatnya, SDA tambang bukan milik individu ataupun negara, tapi milik seluruh rakyat.
Sistem Politik dan Ekonomi Islam akan menjamin SDA dikelola sesuai dengan syariat. Penguasa sebagai Raa'in, yaitu mengurusi urusan rakyat akan bertanggung jawab penuh atas pengelolaan ini. Baik tambang dalam jumlah terbatas ataupun tidak terbatas, keduanya akan dipastikan bahwa tidak akan menimbulkan kerusakan lingkungan. Jika ada pihak yang melanggar, maka penguasa akan memberi sanksi yang tegas.
Demikianlah pengaturan SDA tambang yang detail dan rinci. Pengaturan ini akan sangat mungkin bisa diterapkan jika mengganti sistem pengaturan pengelolaan tambang dengan Sistem Islam. Sebuah sistem yang menjadikan akidah Islam sebagai landasannya. Penguasa dan departemen lainnya akan takut ketika amanah pengelolaan SDA tambang tidak dikembalikan kepada rakyat.
Wallahu a'lam bisshawab
