![]() |
| Oleh: Fatimah, M. Pd Tokoh Pendidikan Dosen STAI YASTIS Padang |
“Mengajar bukan hanya soal kata yang tersampaikan,
tetapi tentang hati yang tersentuh dan jiwa yang tercerahkan.”
Ada keindahan yang tak selalu tampak di mata, tetapi terasa di dada — itulah keindahan mengajar ilmu pengetahuan.
Dalam setiap kata yang terucap, tersimpan doa agar ilmu menjadi cahaya; dalam setiap tatapan murid, ada harapan yang tumbuh membentuk jiwa.
Menjadi pendidik bukan sekadar berbagi pengetahuan, melainkan menyalakan pelita di hati-hati yang masih mencari jati diri.
Rasulullah ﷺ memberikan teladan kepada kita bahwa mengajar sejatinya bukan perkara menguasai, melainkan memahami; bukan tentang berbicara paling banyak, melainkan menyentuh hati nurani.
Membangun Kepercayaan Diri: Dari Hati ke Hati, dan Meneladani Rasulullah SAW.
Kepercayaan diri seorang pendidik tidak hanya lahir dari penguasaan materi semata, tetapi tumbuh dari kejujuran hati dan kesediaan untuk terhubung dengan sesama manusia.
Mengajar bukan sekadar menyampaikan ilmu, tetapi juga menyalakan cahaya dalam jiwa. Rasulullah ﷺ telah mencontohkan bahwa metode mengajar lebih penting daripada materi itu sendiri—keteladanan seorang guru menjadi inti dari keberhasilan pendidikan.
Kedalaman Ilmu, Ketenangan Jiwa
Ketika seorang pendidik benar-benar menguasai ilmunya, maka ketenangan akan hadir dengan sendirinya. Penguasaan ilmu yang sejati melahirkan keyakinan, dan keyakinan menumbuhkan keteguhan di tengah keraguan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR Muslim).
Hadis ini menjadi dorongan bagi para dosen dan guru untuk terus memperdalam ilmunya. Sebab, dengan ilmu yang penuh makna dan keberkahan, Allah akan membimbing langkah-langkah menuju kemuliaan.
Berlatih
Seorang pendidik sejati adalah seniman yang terus berlatih. Ia melatih tutur, intonasi, ekspresi, dan caranya bercerita. Bayangkan sedang berbicara kepada orang-orang terdekat: alami, hangat, dan penuh perhatian. Semakin akrab dengan “panggung” pengajaran, semakin mengalir pula energi yang tersampaikan kepada peserta didik.
Senyum dan Kontak Mata: Jendela Jiwa
Setiap pertemuan hendaknya dimulai dengan senyuman yang tulus dan tatapan mata yang ramah.
Senyum adalah undangan untuk terhubung, sedangkan kontak mata yang lembut adalah jembatan menuju hati.
Rasulullah ﷺ adalah teladan terbaik dalam hal ini. Beliau mengajarkan dengan kasih sayang, tidak meninggikan suara, dan senantiasa menatap dengan kelembutan. Dalam kelembutan itulah ilmu menjadi cahaya.
Fokus pada Memberi
Ketika rasa gugup datang, ubahlah fokus dari “bagaimana saya terlihat?” menjadi “apa yang bisa saya berikan?”
Seorang guru yang mengajar karena ingin memberi manfaat akan memancarkan ketulusan yang menenangkan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
إِنَّ اللهَ لَمْ يَبْعَثْنِي مُعَنِّتًا وَلَا مُتَعَنِّتًا وَلَكِنْ بَعَثَنِي مُعَلِّمًا مُيَسِّرًا
“Sesungguhnya Allah tidak mengutusku untuk mempersulit atau mencari kesulitan, tetapi sebagai pendidik yang memberi kemudahan.” (HR Muslim).
Hadis ini mengingatkan bahwa tugas pendidik adalah memudahkan, bukan menyulitkan. Di situlah letak kepercayaan diri sejati: ketika mengajar menjadi bentuk ketulusan, maka akan ada kemudahan.
Bahasa Tubuh yang Bercerita
Tubuh juga bisa mengajar. Postur yang tegak, gerakan tangan yang alami, dan langkah yang tenang menunjukkan keyakinan. Biarkan tubuh menjadi bagian dari narasi ilmu yang tersampaikan. Keanggunan sikap mencerminkan keseimbangan batin, sebagaimana Rasulullah ﷺ yang penuh wibawa dan ketenangan.
Kejujuran Adalah Kekuatan
Tidak ada yang tahu segalanya. Jika suatu pertanyaan belum bisa dijawab, akuilah dengan rendah hati. Katakan, “Itu pertanyaan yang menarik, mari kita pelajari bersama.”
Kejujuran seperti ini tidak mengurangi wibawa, justru meneguhkan kredibilitas sebagai pembelajar sejati. Rasulullah ﷺ pun senantiasa jujur dan rendah hati dalam setiap percakapan dan pengajaran.
Belajar dari Setiap Momen
Setiap pertemuan di kelas adalah anugerah. Setelah sesi berakhir, sempatkanlah merenung: bagian mana yang berhasil menyentuh hati, bagian mana yang bisa diperbaiki? Mengajar adalah perjalanan panjang, bukan pencapaian sesaat, jadi memang dibutuhkan kesabaran.
Allah SWT berfirman:
يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِينَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
Ayat ini mengingatkan bahwa kemuliaan seorang pendidik terletak pada kesungguhan dalam menuntut ilmu dan etika dalam majelis ilmu.
Teladan Kasih Sayang Rasulullah SAW dalam Mendidik
Rasulullah ﷺ adalah guru agung yang mendidik dengan hati penuh kasih. Beliau tidak pernah memarahi tanpa alasan, tidak meninggikan suara, dan selalu memilih kata yang menenangkan jiwa.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah:
“Al-Aqrak bin Habis pernah melihat Nabi ﷺ memeluk Hasan. Ia berkata, ‘Aku punya sepuluh anak, tapi tidak pernah memeluk satu pun dari mereka.’ Rasulullah ﷺ menjawab, ‘Barangsiapa tidak menyayangi, maka dia tidak akan disayangi.’”(HR Bukhari-Muslim)
Hadis ini menjadi pengingat, bahwa kasih sayang adalah kunci untuk membuka hati peserta didik. Pendidikan tanpa kasih adalah pengetahuan tanpa cahaya.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
كُوْنـُـوْا رَبَّانِيِّـيْنَ حُلَمَاءَ فُقَهَاءَ عُلَمَاءَ...
“Jadilah pendidik yang penyantun, ahli fiqih, dan ulama. Seorang pendidik ialah yang mengajar manusia sedikit demi sedikit hingga mereka memahami ilmu yang besar.” (HR Bukhari)
Hadis ini menegaskan bahwa seorang guru sejati adalah yang sabar, lembut, dan bijaksana dalam menuntun peserta didiknya.
Mengajarlah dengan Cinta, Menuntun dengan Cahaya
Mengajar adalah ibadah, sebuah panggilan hati untuk menanam benih kebaikan di taman kehidupan.
Seni mengajar berawal dari niat yang tulus, hati yang lembut, dan teladan akhlak Rasulullah ﷺ.
Dengan empati, kejujuran, dan kasih sayang, para dosen dan calon guru tidak hanya akan mengajar, tetapi juga menginspirasi.
Mari kita jadikan profesi pendidik sebagai jalan menuju ridha Allah—jalan yang menuntun dari hati ke hati, sebagaimana Rasulullah ﷺ menuntun umatnya dengan cahaya ilmu dan kasih sayang.
Editor: Aniyah
