![]() |
| Oleh: Ummi Nissa Pegiat Literasi |
Di tengah hiruk pikuk kemajuan zaman. Saat teknologi berpacu lebih cepat dari nurani. Kita menyaksikan satu kenyataan yang menyesakkan dada, lunturnya akhlak di antara generasi penerus bangsa.
Sekolah sudah selayaknya menjadi tempat menanam budi, membentuk watak, dan menegakkan disiplin. Namun belakangan, bagi sebagian anak didik, sekolah menjadi ruang yang membatasi kebebasan. Teguran guru yang seharusnya dianggap wujud kasih sayang, kini dinilai penindasan.
Fakta terjadi saat Insiden seorang kepala sekolah menampar siswa yang kedapatan merokok, sementara orang tua siswa ini merasa tidak rida anaknya mendapat teguran, hingga berujung laporan kepolisian.
Peristiwa bermula, ketika siswa bernama Indra ketahuan merokok di belakang sekolah oleh kepala sekolah. Ibu Dini sebagai Kesek SMA 1 Cimarga, Lebak, Banten, menegurnya, tetapi Indra tidak mengakui jika dirinya merokok. Akhirnya menimbulkan konflik antara orang tua dan pihak sekolah. (detikdotcom)
Meskipun akhirnya berujung damai, tapi dari peristiwa ini menunjukkan betapa kehormatan seorang guru tidak dihargai saat mendisiplinkan anak didiknya. Lunturnya akhlak generasi seakan menjadi fenomena yang kerap terjadi di dunia pendidikan saat ini.
Lunturnya Akhlak Generasi
Ketika ilmu tumbuh subur, tapi adab layu di akarnya. Kecerdasan diukur dengan nilai ujian, tapi kejujuran tak lagi dianggap pelajaran.
Betapa rumitnya posisi guru saat ini. Ketika anak melakukan kesalahan, ditegur menjadi masalah, tapi ketika pun dibiarkan akan menjadi pembiasaan yang juga salah. Padahal, tidak sedikit orang tua yang menyerahkan pendidikkan anak ke sekolah. Sebab realitanya, anak cenderung membantah pada nasehat orang tua di rumah, dan lebih taat pada guru di sekolah.
Namun, kini peran guru sebagai pengganti orang tua tidaklah mudah. Masalahnya adalah adanya ruang abu-abu dalam penerapan disiplin siswa dan tergerusnya wibawa guru.
Liberalisasi Akar Tergerusnya Moral Generasi
Fenomena saat ini menunjukkan bagaimana siswa merasa bebas untuk bertindak di luar batas etika, sementara guru tak berdaya. Ketika guru ingin menegakkan kedisiplinan bagi siswanya, kerap guru justru diadukan bahkan mengancam posisinya.
Semua ini akibat sistem sekuler yang telah melahirkan kebebasan, termasuk kebebasan bertingkah laku. Kebebasan menjadi hak asasi yang dijamin undang-undang. Tidak heran jika ada individu yang merasa terganggu hak asasinya, dibolehkan untuk mengadukannya ke pihak yang berwenang.
Di sisi lain, dalam sistem pendidikan saat ini tidak ada regulasi yang jelas terkait perlindungan guru. Ia berada dalam tekanan yang luar biasa. Padahal mengingatkan seseorang yang bersalah, merupakan salah satu dari kewajiban untuk mendidik, meski caranya tidak dengan kekerasan. Diperlukan adanya upaya pendekatan dan kesabaran untuk mengetahui latar belakang seseorang melakukan perbuatan tersebut. Dengan demikian, butuh pendidikan yang menjadikan remaja paham siapa dirinya dan bagaimana arah kehidupan yang seharusnya.
Sementara abainya peran negara dalam pengawasan dan penegakkan aturan, turut memperburuk kondisi lemahnya akhlak siswa. Hal ini melahirkan generasi yang tidak taat aturan dan krisis moral.
Bagi para remaja, merokok menjadi alasan ungkapan ekspresi rasa kedewasaan, jati diri seorang lelaki yang membanggakan sehingga dirinya merasa keren. Di sis lain, tidak ada aturan dan pembatasan penggunaan rokok bagi generasi, mengakibatkan rokok mudah dijangkau remaja. Hal ini menjadi bukti lemahnya negara dalam pengawasan.
Alhasil, sistem pendidikan sekuler yang diterapkan saat ini, telah gagal mencetak peserta didik yang bertakwa dan berakhlak mulia. Oleh karena itu, diperlukan penanaman kembali nilai-nilai fundamental, sopan santun, dan rasa hormat kepada guru.
Islam Memuliakan Guru dan Mencetak Generasi Berkepribadian Mulia
Sebagai Ideologi, Islam memiliki seperangkat aturan yang komprehensif, termasuk pengaturan dalam pendidikan. Dalam Islam guru adalah pilar peradaban yang posisinya begitu dihormati dan dimuliakan. Hal ini karena tugasnya yang mulia membina dan membentuk kepribadian muridnya. Guru bukan hanya mentransfer ilmu, tetapi sebagai pendidik yang memberikan contoh keteladanan bagi muridnya.
Dalam Islam pun, setiap perbuatan harus distandarisasi dengan tolok ukur syariat. Terkait hukum merokok dalam Islam, memang tidak ada pengharaman alias mubah. Meski demikian, hal yang dapat merusak dan berbahaya baik untuk diri sendiri maupun orang lain hendaknya tidak boleh dilakukan. Merokok dapat merusak kesehatan, baik bagi perokok aktif maupun pasif (menghisap asap rokok). Selain itu juga secara ekonomi merokok menjadikan hidup boros.
Sistem pendidikan Islam mengajarkan bagaimana siswa mempunyai cara berpikir dan cara bersikap yang sesuai aturan Islam sehingga melahirkan generasi yang berkepribadian Islam. Yaitu generasi yang mempunyai kesadaran bahwa tujuan diciptakan manusia adalah untuk beribadah pada Allah karena di akhirat kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya di dunia. Sebagai remaja muslim harus berprinsip dalam hidup serta bangkit menjadi generasi yang beriman dengan misi sebagai agen perubah bukan generasi yang merusak. Semua hal ini hanya mungkin diwujudkan dengan penerapan aturan Islam secara menyeluruh dalam setiap aspek kehidupan
Wallahualam bissawab.
